Dear calon suamiku…
Apa kabarnya imanmu hari ini?
Sudahkah harimu ini diawali dengan syukur karena dapat menatap kembali fananya
hidup ini? Sudahkah air wudhu menyegarkan kembali ingatanu atas amanah yang
saat ini tengah kau genggam?
Wahai Calon Suamiku…
Tahukah engkau betapa Allah sangat
mencintaiku dengan dahsyatnya? Disini aku ditempa untuk menjadi dewasa, agar
aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu kelak.
Meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi, namun kini kurasakan diri ini
lebih baik.
Kadang aku bertanya-tanya, kenapa
Allah selalu mengujiku tepat dihatiku. Bagian terapuh diriku, namun aku tahu
jawabannya. Allah tahu dimana tempat yang paling tepat agar aku senantiasa
kembali mengingat-Nya kembali mencintai-Nya. Ujian demi ujian Insya Allah
membuatku menjadi lebih tangguh, sehingga saat kelak kita bertemu, kau bangga
telah memiliki aku dihatimu, menemani harimu.
Calon suamiku…
Entah dimana dirimu sekarang. Tapi
aku yakin Allah pun mencintaimu sebagaimana Dia mencintaiku. Aku yakin Dia kini
tengah melatihmu menjadi mujahid yang tangguh, hingga akupun bangga memilikimu
kelak.
Apa yang kuharapkan darimu adalah
kesalihan. Semoga sama halnya dengan dirimu. Karena apabila kecantikan yang kau
harapkan dariku, hanya kesia-siaan yang dapati.
Aku masih haus akan ilmu. Namun
berbekal ilmu yang ada saat ini, aku berharap dapat menjadi isteri yang
mendapat keridhaan Allah dan dirimu, suamiku.
Wahai calon suamiku…
Saat aku masih menjadi asuhan ayah
dan bundaku, tak lain doaku agar menjadi anak yang solehah, agar kelak dapat
menjadi tabungan keduanya di akhirat. Namun nanti, setelah menjadi isterimu,
aku berharap menjadi pendamping yang solehah agar kelak disyurga cukup aku yang
menjadi bidadarimu, mendampingi dirimu yang soleh.
Aku ini pencemburu berat. Tapi kalau
Allah dan Rasulullah lebih kau cintai daripada aku, aku rela. Aku harap begitu
pula dirimu.
Pernah suatu ketika aku membaca
sebuah kisah; “Aku minta pada Allah setangkai bunga segar, Dia memberiku kaktus
berduri. Aku minta kepada Allah hewan mungil nan cantik, Dia beri aku ulat
berbulu. Aku sempat kecewa dan protes. Betapa tidak adilnya ini.
Namun kemudian kaktus itu berbunga,
sangat indah sekali. Dan ulatpun tumbuh dan beruba menjadi kupu-kupu yang
teramat cantik. Itulah jalan Allah, indah pada waktunya. Allah tidak memberi
apa yang kita inginkan, tapi Allah memberi apa yang kita butuhkan.”
Aku yakin kaulah yang kubutuhkan,
meski bukan seperti yang aku harapkan.
Calon suamiku yang di rahmati Allah…
Apabila hanya sebuah gubuk menjadi
perahu pernikahan kita, takkan kunamai dengan gubuk derita. Karena itulah
markas dakwah kita, dan akan menjadi indah ketika kita hiasi dengan cinta dan
kasih.
Ketika kelak telah lahir generasi
penerus dakwah islam dari pernikahan kita, Bantu aku untuk bersama mendidiknya
dengan harta yang halal, dengan ilmu yang bermanfaat, terutama dengan
menanamkan pada diri mereka ketaatan kepada Allah SWT.
Bunga akan indah pada waktunya.
Yaitu ketika bermekaran menghiasi taman. Maka kini tengah kupersiapkan diri ini
sebaik-baiknya, bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku.
Kini aku sedang belajar menjadi yang
terbaik. Meski bukan umat yang terbaik, tapi setidaknya menjadi yang terbaik
disisimu kelak.
Calon suamiku…
Inilah sekilas harapan yang
kuukirkan dalam rangkaian kata. Seperti kata orang, tidak semua yang dirasakan
dapat diungkapkan dengan kata-kata. Itulah yang kini kuhadapi. Kelak saat kita
tengah bersama, maka disitulah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan
diriku yang akan belajar memahamimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar