Allah yang maha pengasih lagi maha penyanyang telah menciptakan manusia
berpasang-pasangan. Melalui pernikahan kedua pasangan tersebut disatukan. Pernikahan merupakan
suatu ikatan yang sangat dalam dan kuat sebagai penghubung antara seorang pria
dengan seorang wanita dalam membentuk suatu keluarga atau rumah tangga.
Rasullah Saw bersabda“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang
telah mampu untuk nikah, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu
lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa
yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu
bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim). Dari Jabir r.a.,
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw bersabda : "Sesungguhnya perempuan
itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ;
maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi). Doa Nabi
Muhammad Saw pada pernikahan putrinya Fatimah Az-zahra dengan Ali bin Abi
Thalib : "Semoga Allah menghimpun yang terserak dari keduanya,
memberkahi kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunan mereka menjadikannya
pembuka pintu rahmat, sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi
umat".
"Cinta itu buta," begitu kata penyair asal Inggris, William
Shakespeare. Ungkapan yang sangat masyhur itu memang kerap terbukti dalam
kehidupan sehari-hari. Bahkan, terkadang sampai melupakan aturan agama. Saat
ini, tak sedikit umat Muslim yang karena "cinta" berupaya sebisa
mungkin untuk menikah dengan orang yang berbeda agama.
Fenomena menikah dengan pasangan beda agama hingga saat ini bisa dijadikan
topik yang pas untuk dibahas karena sampai saat ini masih sering menjadi
perdebatan dikalangan masyarakat muslim maupun non-muslim. Sebenarnya nikah beda
agama sudah pernah terjadi dimasa Rasulullah saw dan ada beberapa ayat pula
telah menjelaskan tentang persoalan ini.
Di Indonesia perbedaan agama dalam kehidupan rumah tangga selalu dipandang
serius.Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974 pada pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa
suatu perkawinan dapat dinyatakan sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaan pasangan yang melakukan pernikahan. Pada
umumnya, pasangan yang berbeda agama masing-masing akan berharap dan yakin
suatu saat pasangannya akan berpindah agama. Dampak psikologis orang tua yang
berbeda agama juga sangat dirasakan oleh anak-anaknya karena ada suatu
kompetisi antara ayah dan ibu untuk mempengaruhi anak-anak sehingga anak
menjadi bungung siapa yang harus diikuti keyakinannya. Namun ada juga yang
malah menjadi lebih dewasa dan kristis.
§
Nikah Beda Agama dalam Sudut Pandang Islam
Hukum wanita muslimah menikah dengan laki-laki non islam adalah haram.
Dalil yang digunakan untuk larangan tersebut :
"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janglah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatnya (perintah-perintahnya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran". (QS. Al-Baqarah :221)
"Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.
Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kalian telah mengetahui
bahwa mereka (wanita-wanita mukminah) benar-benar beriman maka janganlah kalian
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang kafir. Mereka tidak halal
bagi orang orang kafir dan orang orang kafir itu tidak halal bagi mereka".
(QS.Al Mumtahanah: 10).
Secara logis mengapa wanita muslim dilarang menikah dengan laki-laki non
muslim karena laki-laki adalah pemimpin keluarga, berkuasa dan bertanggung
jawab atas istri dan dirinya sendiri. Islam menjamin kebebasan aqidah
bagi istrinya serta melindungi hak-hak kehormatannya dengan syariat dan
bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti Nasrani dan yahudi tidak
memberikan jaminan kepada istri yangberlainan agama.
Sedangkan pernikahan seorang lelaki muslim dengan perempuan non-muslim
terbagi atas dua macam :
1. Lelaki muslim dengan perempuan ahli
kitab. Ahli kitab yang dimaksud adalah agama nasrani dan yahudi (Agama
samawi).Hukumnya boleh. Allah berfirman : "Pada hari
ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan orang-orang yang diberi alkitab
itu halal bagimu dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (dan
dihalalkan mengawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita
yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang
yang diberi alkitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya , tidak dengan maksud berzina dan tidak pula
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman
maka hapuslah amalannya dan ia hari dihari akhirat termasuk orang-orang
merug" (QS.Al-Maidah:5). Ulama menafsirkan bahwa alkitab disini
adalah Injil dan Taurat. Agama islam, nasrani dan yahudi berasal dari sumber
yang sama disebut agama samawi. sedangkan agama hindu, budha atau konghuchu
tidak temasuk agama samawi tetapi termasuk agama ardhiy karena benda yang
mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab yang turun dari Allah SWT.
Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan filosof mereka. Sehingga
kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan petuah, hikmah,
sejarah dan filsafat para tokohnya.
2. Lelaki muslim dengan perempuan non Ahli
Kitab. Untuk kasus ini banyak Ulama sepakat melarang lelaki muslim menikah
dengan perempuan non ahli kitab dikarenakan non ahli kitab sama saja dengan
musyrik. musyrik adalah penyembah berhala, api dan sejenisnya. Misal wanita
beragama Hindu, Budha, Shinto, dll. Dalil yang digunakan untuk larangan
tersebut :"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu...... " ((QS. Al-Baqarah
:221).
§
Nikah beda agama dalam pandangan non-islam
1. Nikah beda agama menurut agama katholik.
Agama katholik dengan tegas menyatakan bahwa pernikahan antara seorang katholik
dengan penganut agama lain tidak sah (Kanon 1086). Namun
demikian, bagi mereka yang tidak mungkin dipisahkan lagi karena cintanya sudah
terlanjur medalam, Uskup dapat memberi dispensasi dengan jalan menikahkan
pemeluk agama katholik dengan agama islam, asalkan keduanya memenuhi
syarat yang ditentukan (Kanon 1125) : (a) yang beragama katholik
berjanji akan tetap setia pada iman katholik dan bersedia mempermandikan dan
mendidik semua anak-anak mereka secara katholik. (b) yang tidak beragama
katholik berjanji menerima pernikahan secara katholik, tidak akan menceraikan
pihak yang beragama katholik, tidak akan menghalangi pihak katholik
melaksanakan imannya, bersedia mendidik anak-anaknya secara katholik.
2. Nikah beda agama menurut kristen
protestan.apapun alasan yang mendasarinya, pernikahan beda agama dilarang (I
Korintus 6: 14-18).
3. Nikah beda agama menurut budha.
Pernikahan beda agama tidak terlalu begitu bermasalah. Hanya saja, disarankan
satu agama. Hal ini disebabkan pertimbangan kehidupan dalam pernikahan itu
sendiri.
4. Nikah beda agama menurut hindu. Dalam
agama hindu tidak dikenal pernikahan beda agama. Hal itu terjadi karena sebelum
menikah harus dilakukan upacara pernikahan terlebih dahulu. Apabila salah
seorang calon mempelai tidak beragama hindu, maka dia diwajibkan sebagai
penganut agama hindu. setalah berganti agama menjadi agama hindu, ia disucikan
terlebih dahulu baru pelaksanaan pernikahan dapat terlaksana (Ketentuan Seloka
V89 kitab Manawadharmasastra).
Mengapa agama menjadi persoalan?
Karena agama ibarat pakaian yang digunakan seumur hidup.
Spirit,keyakinan,dan tradisi agama senantiasa melekat pada setiap individu yang
beragama,termasuk dalam kehidupan rumah tangga.Di sana terdapat ritual-ritual
keagamaan yang idealnya dijaga dan dilaksanakan secara kolektif dalam kehidupan
rumah tangga. Contohnya pelaksanaan salat berjamaah dalam keluarga muslim, atau
ritual berpuasa. Semua ini akan terasa indah dan nyaman ketika dilakukan secara
kompak oleh seluruh keluarga. Setelah salat berjamaah, seorang ayah yang
bertindak sebagai imam lalu menyampaikan kultum dan dialog, tukar-menukar
pengalaman untuk memaknai hidup. Suasana yang begitu indah dan religius itu
sulit diwujudkan ketika pasangan hidupnya berbeda agama. Kenikmatan berkeluarga
ada yang hilang.
Contoh lainnya biasanya anak akan merasa sedih ketika ia tahu agama islam
dan memahami isi alquran. Pasti ia tidak ingin orang tuanya yang melahirkan,
membesarkan ia hingga besar ketika diakhirat nanti berada di neraka bersama
orang-orang kafir lainnya.
Jadi, sepanjang pengamatan saya, secara psikologis pernikahan beda agama
menyimpan masalah yang bisa menggerogoti kebahagiaan untuk orang tua dan
anaknya. Ini juga tidak berarti pernikahan satu agama akan terbebas dari
masalah, ada namun tak seberat beda agama.
Untuk semua teman-teman:
Cinta akan membentuk keluarga sakinah mawadah warohmah
karena kesamaan iman dan aqidah dalam naunga ridho Allah swt
jangan biarkan sedikitpun celah hatimu terbuka dengan cinta terselubung
bencana imanmu
karena cinta seperti itu akan mekikis aqidahmu
pernikahan dengan berbeda keyakinan tidak akan melahirkan ketentraman
jiwa...
(Rabu, 22 September
2010 by Anna Febritta Intan Sari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar